Donald M. Murray, seorang penulis dan pendidik di AS menyampaikan sebuah pidato penting dalam acara makan siang pada konferensi musim gugur organisasi New England Association of Teachers of English (NEATE) di Kennebunkport, Maine, pada tanggal 28 Oktober 1972. Pidato berjudul “Teaching Writing as a Process Not Product” itu kemudian dipublikasikan di jurnal The Leaflet milik NEATE.
Artikel Murray itu sangat berpengaruh, bahkan hingga kini sehingga ia dianggap sebagai salah satu kanon dalam studi tentang penulisan. Murray mengkritik para guru bahasa masa itu yang mendorong siswa untuk menghasilkan karya sebagai sastra atau produk tulisan tanpa memperhatikan prosesnya.
Menurut Murray, menulis adalah sebuah proses, bahkan proses yang tidak pernah selesai. Ia menulis seperti ini.
Proses apakah yang harus diajarkan oleh kita (para guru menulis)? Proses penemuan melalui bahasa. Proses eksplorasi tentang apa yang kita ketahui dan apa yang kita rasakan tentang apa yang kita ketahui melalui bahasa. Proses penggunaan bahasa untuk mempelajari dunia kita, mengevaluasi apa yang kita pelajari tentang dunia kita, mengomunikasikan apa yang kita pelajari tentang dunia kita. Alih-alih mengajarkan tulisan yang sudah selesai, kita harus mengajarkan tulisan yang belum selesai, dan berbangga dengan ketidakselesaiannya.
(Murray, 1972)
Ada banyak teori kemudian berkembang tentang proses menulis didorong oleh pemikiran Murray itu. Di antaranya Paul Eschholz dan Alfred Rosa (2007) mengungkapkannya dalam buku Subject & Strategy: A Writer’s Reader tentang langkah-langkah menulis seperti visualisasi berikut ini.
Dalam banyak literatur menulis yang terbit di Barat, engkau akan temukan bahwa proses menulis itu merupakan lima langkah: (1) pramenulis; (2) menulis draf; (3) merevisi draf; (4) menyunting draf secara mandiri (swasunting); dan (5) menerbitkan draf.
Buku Webster’s New World Student Writing Handbook karya Saron Sorenson (1992) juga menggunakan pendekatan proses tersebut. Begitu pula buku yang ditujukan untuk siswa SD berjudul Time for Kids Writer’s Notebook, disusun oleh Time Inc. (2006) menjelaskan satu per satu proses tersebut.
Pengajaran menulis, termasuk buku-buku tentang menulis di Indonesia justru minim sekali menggunakan pendekatan proses tersebut meskipun yang dibahas soal proses kreatif. Pelatihan-pelatihan menulis sering berlangsung secara parsial dan pelatihnya, sang penulis, lebih asyik membahas bagaimana cara ia menulis dan menghasilkan produk tulisan. Alih-alih mengajari orang menulis, ia lebih banyak bercerita tentang karya-karyanya.
Kecenderungan dalam Kurikulum Merdeka pada mapel Bahasa Indonesia juga demikian karena lebih mengarah ke produk, misalnya soal teks sastra, teks eksplanasi, teks hortatori, atau teks argumentasi. Alhasil, buku-buku teks juga menyajikan pembelajaran produk tulisan bukan membahas bagaimana proses dilakukan. Wajar jika sebagian besar mahasiswa kemudian gagap menulis.
Karena itu, Institut Penprin menyadari sejak awal pentingnya proses itu sehingga semua pelatihan penulisan dan penerbitan di Institut Penprin menggunakan pendekatan proses. Berikut ini proses baku yang digunakan oleh Institut Penprin.
Pramenulis
Pramenulis adalah poses awal untuk mengarahkan pikiran penulis pada tujuan dan maksud penulisan. Selanjutnya, penulis harus memahami topik yang hendak dituliskan dan siapa pembaca sasarannya. Pada tahap inilah penulis menemukan ide, mengembangkan ide menjadi sebuah rancangan (outline), mengumpulkan dan mengkritisi sumber, serta menyusun ikhtisar penerbitan.
Menulis Draf
Tahap ini merupakan kegiatan menulis saja sesuai dengan rancangan yang telah dibuat. Menulis saja tanpa harus ditingkahi dengan menyunting sehingga penulis tidak perlu memedulikan kesalahan mekanis yang dibuatnya. Namanya saja draf. Ia merupakan buram yang disebut “naskah mentah”.
Merevisi
Draf yang sudah selesai akan masuk ke proses merevisi. Penulis melihat naskah secara menyeluruh terkait dengan struktur/sistematika dan penyajian. Apakah perlu mengubah struktur naskah? Apakah perlu mengubah penyajian naskah agar lebih populer? Begitulah merevisi.
Menyunting Secara Mandiri (Swasunting)
Proses ini mengambil fokus perhatian Anda terhadap kesalahan-kesalahan yang terdapat pada draf. Kesalahan itu termasuk kesalahan mekanis dan kesalahan substantif. Pada tahap inilah Anda baru menggunakan segenap pengetahuan dan keterampilan Anda “mempermak” draf naskah agar minim kesalahan.
Menerbitkan
Pada tahap ini penulis dapat menerbitkan karya secara mandiri seperti buku melalui self-publisher, tetapi ia tentu tidak melewati proses seleksi. Namun, jika penulis mengirimkan naskah ke penerbit konvensional, naskah itu akan melalui seleksi. Sangat mungkin penulis akan menerima umpan balik dari editor penerbit atau penelaah lalu merevisi kembali—hal yang lumrah terjadi pada penerbitan artikel ilmiah di jurnal ilmiah. Bahkan, revisi dapat terjadi berkali-kali sampai naskah siap dan layak untuk diterbitkan.
***
Lima proses itu di tangan setiap penulis akan berbeda dari segi waktu. Ada penulis yang melakukan kelimanya dalam waktu yang singkat, misalnya menulis artikel hanya dalam waktu satu hari. Namun, ada juga penulis yang memerlukan waktu berminggu-minggu, bahkan berbulan hingga berbilang tahun.
William Zinsser yang terkenal dengan karyanya On Writing Well mengukuhkan pendapat bahwa penulis itu bahkan dapat melakukan revisi dan suntingan berkali-kali sehingga melalui proses itulah ia menjadi penulis yang mumpuni. Tidak ada penulis yang ujug-ujug berkarya dan berharap ia menjadi terkenal karena karyanya yang ujug-ujug.
Pramenulis termasuk proses yang sangat memakan waktu, terutama dalam pencarian dan pengumpulan sumber. Beberapa penulis kini mulai menggunakan AI untuk membantu percepatan pramenulis, bahkan ada juga yang menggunakannya untuk menulis draf meskipun cara itu dianggap kurang fair atau kurang etis jika mengakui buatan AI itu sebagai karya si penulis.
Di Institut Penprin, menulis itu adalah berproses, bukan ujug-ujug. Untuk mempercepat proses itu, Institut Penprin menawarkan langkah taktis dan insaf di jalan penulisan. Engkau akan mengalaminya jika sekali waktu mengikuti kegiatan pelatihan bersama Institut Penprin.