Membedakan Buku Ajar dan Buku Teks

Ada yang bertanya apa bedanya antara buku ajar dan buku teks di pendidikan tinggi. Pertanyaan itu terhadap bukan soal perbedaan istilah saja, melainkan juga terkait dengan basis penulisan, pengembangan, dan pembaca sasaran.

Salah satu buku ilmiah yang wajib ditulis oleh dosen adalah buku ajar. Wajib karena yang paling relevan menulis sebuah buku ajar adalah dosen yang mengampu suatu mata kuliah. Namun, ada pertanyaan tentang apakah sama antara buku ajar dan buku teks.

Istilah buku ajar khas ada di Indonesia untuk menyebut buku di perguruan tinggi yang digunakan sebagai bahan ajar primer dan pegangan suatu mata kuliah. Di level pendidikan dasar dan menengah lebih populer disebut buku pelajaran atau buku teks. Adapun di regulasi perbukuan, sebutan resmi buku yang digunakan sebagai bahan ajar itu ialah buku teks.

Seorang dosen di Unair yang juga menjadi anggota tim penilai BKD (beban kerja dosen) mempertanyakan perihal perbedaan antara buku ajar dan buku teks tersebut. Itu terlontar ketika saya mengisi kegiatan “Bookcamp Dosen dan Mahasiswa: Menulis Buku Referensi dan Buku Ajar”, 25 Februari 2025.

Lalu, di mana letak perbedaannya kalau memang ada perbedaan? Perbedaannya dari sisi basis pengembangan buku, penggunaan, kelengkapan, dan pembaca sasaran. 

Buku ajar disusun berbasis RPS (rencana pembelajaran semester) yang berlaku pada satu kampus sehingga penggunaannya khusus di kampus tersebut. Dengan demikian, pembaca sasarannya juga mahasiswa di kampus itu. Ciri khas buku ajar dari segi anatomi, yaitu dilengkapi dengan asesmen pembelajaran (formatif dan sumatif) serta rangkuman.

Buku ajar yang cenderung disusun sebagai bahan pembelajaran spesifik di suatu kampus memang mungkin saja digunakan di kampus lain karena terdapat kemiripan RPS atau kampus yang menggunakan belum memiliki buku ajar. Boleh juga terjadi karena dosen mengajar di lebih dari satu universitas.

Istilah buku teks (text book) merujuk pada istilah bahan ajar yang lebih umum. Artinya, buku tersebut dapat digunakan secara lintas kampus dan lintas kurikulum. Buku teks juga biasanya tidak memuat asesmen dalam bentuk tugas/pelatihan dan uji kompetensi, tetapi dalam bentuk studi kasus, diskusi, atau kuis.

Buku seperti Dasar-Dasar Ilmu Politik karya Prof. Miriam Budiardjo dan Psikologi Komunikasi karya Prof. Jalaluddin Rakhmat cenderung disebut buku teks daripada buku ajar. Buku itu dapat digunakan lintas kampus dan lintas kurikulum/silabus karena lebih umum menggunakan alur pikir keilmuan, dari konsep dasar hingga lanjutan. Jadi, tidak menggunakan RPS.

Ciri buku teks yang kental juga karena tujuannya memberikan pemahaman komprehensif mengenai suatu bidang ilmu secara umum. Pembahasannya lebih luas, mencakup seluruh aspek bidang ilmu tertentu. Buku teks biasanya mencantumkan banyak referensi dan teori dari berbagai sumber sehingga terkesan lebih teoretis dengan pendekatan ilmiah yang mendalam.

Dengan ciri khasnya seperti itu maka muncul kecenderungan bahwa buku teks lebih banyak digunakan untuk mahasiswa S-2 dan S-3, bahkan selain mahasiswa—praktisi misalnya. Mahasiswa S-1 tingkat akhir dapat juga mencerap isi buku teks. Adapun mahasiswa tingkat dasar D-3/S-1 cenderung diperkenalkan lebih dulu dengan buku ajar.

Semoga penjelasan ini dapat menjadi argumentasi pembeda antara buku ajar dan buku teks. Dosen lebih didorong untuk menghasilkan buku ajar dari mata kuliah yang diampunya. Namun, jika ia hendak menulis buku teks, tentu menjadi sebuah terobosan menarik dalam kariernya sebagai penulis buku ilmiah. 

Bagikan informasi ini. 

Artikel lainnya